ANTISIPASI KEBERLAKUAN

Sabtu, 12 Desember 2009 , Posted by LPK Jawa Timur at 12/12/2009 12:16:00 PM


ANTISIPASI KEBERLAKUAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG
PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA PENDIDIKAN NASIONAL

Oleh Tim Peneliti (BPKN - Badan Perlindungan Konsumen Nasional)
I.      Latar Belakang
      -     Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) telah berlaku sejak April  2000 namun tampak bahwa belum seluruh masyarakat menyadari bahwa UUPK sebenarnya juga memuat pengaturan terhadap penyedia jasa, baik komersial maupun profesional.
     -    Salah satu penyedia jasa profesional adalah penyedia jasa pendidikan. Penyedia jasa pendidikan ini meliputi individu pemberi jasa, seperti guru, dosen, maupun lembaga atau badan penyelenggara jasa pendidikan seperti sekolah, madrasah, dan perguruan tinggi.  Jadi, sebenarnya UUPK juga berlaku dan mengikat mereka ketika mereka memberikan jasanya kepada konsumen pendidikan, yakni siswa / peserta didik.
    -    Namun, hingga saat ini UUPK belum berlaku terhadap penyedia jasa pendidikan dan anak/peserta didik belum banyak yang memanfaatkan UUPK untuk memperoleh ganti rugi apabila mereka dirugikan ketika mereka menerima jasa pendidikan.
II.      Tujuan Penelitian
     Mengidentifikasi dan menganalisis :
     a.      Ketepatan pengkualifikasian penyedia jasa pendidikan sebagai Pelaku Usaha dan peserta/anak didik sebagai Konsumen menurut UUPK.
     b.      Manfaat dan hambatan pemberlakuan UUPK, atau secara Iebih luas pendekatan Hukum Perlindungan Konsumen, dalam bidang pendidikan.
     c.      Berbagai alternatif pemberlakuan pendekatan Hukum Perlindungan Konsumen bagi jasa pendidikan.
     d.      Beberapa penyesuaian yang perlu dilakukan pada peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan konsumen ataupun pendidikan untuk mengantisipasi pemberlakuan pendekatan tersebut di atas.

III.      Metode dan Pertanyaan-Pertanyaan Pokok Penelitian
Metode penelitian ini adalah yuridis normatif, yaitu menganalisis berbagai sumber hukum primer (tertulis) di bidang Perlindungan Konsumen dan bidang Pendidikan yang relevan dengan dukungan studi kepustakaan dan wawancara dengan beberapa narasumber.

IV.  Pemaparan Hasil Penelitian
A.      Hasil legal audit perundang-undangan di bidang pendidikan Dan berbagal sumber hukum diketahui bahwa:
      -    Pendidikan merupakan hak asasi setiap orang yang tinggal di wilayah kedaulatan Indonesia (WNI maupun WNA).
      -    Jalur pendidikan: pendidikan formal, nonformal, dan informal.
      -    Jenis pendidikan: pendidikan umum, khusus, keagamaan, kejuruan, akademik, profesi, vokasi
      -     Jenjang pendidikan: pendidikan dasar, menengah, dan tinggi. Pendidikan dasar merupakan pendidikan wajib bagi setiap WNI dengan kewajiban pemerintah untuk membiayainya dengan dana dan APBN dan APBD.
      -     Penyelenggara pendidikan: pemerintah pusat dan/atau daerah, yayasan, organisasi swadaya masyarakat, atau orang perorangan / individu.
      -     Satuan pendidikan: sekolah, universitas, madrasah, lembaga kursus, dsbnya.
      -    Pendidik: guru, dosen, konselor, pamong belajar, instruktur, fasilitator dan sebutan lain sesuai dengan kekhususannya, yang selalu berupa individu.
      -    Peserta didik yang belajar di jalur pendidikan formal pada jenjang prasekolah disebut sebagai anak didik, pada jenjang pendidikan dasar dan menengah disebut siswa, pada jenjang pendidikan tinggi disebut mahasiswa, sedangkan peserta didik yang belajar di jalur pendidikan luar sekolah disebut sebagai warga belajar.
      -    Perundang-undangan juga mengatur antara lain tentang:
         a.      hak dan kewajiban pemerintah, masyarakat, orang tua, dan peserta didik
         b.      standar pendidikan nasional
         c.      tata cara pendirian dan bentuk-bentuk satuan pendidikan
         d.      pendanaan dan pengelolaan pendidikan
         e.      kurikulum pendidikan umum pada semua jenjang
         f.      penilaian proses pembelajaran, pendidik dan tenaga kependidikan
         -    Warganegara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh: pendidikan yang bermutu; pendidikan layanan khusus bila mereka tinggal di daerah terpencil atau terbelakang, atau bila mereka merupakan kelompok masyarakat adat; pendidikan khusus bila mereka memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan atau sosial, atau bila mereka memiliki kecerdasan dan bakat istimewa; dan peningkatan pendidikan sepanjang hayat.
        -    Orang tua peserta didik berhak untuk memilih jenis sekolah bagi anaknya dan untuk memperoleh informasi perkembangan pendidikan anaknya. Sebaliknya, orang tua memiliki kewajiban untuk memberikan pendidikan dasar bagi anak-anaknya yang berada pada usia wajib belajar
         -    Kewajiban pemerintah, baik pusat maupun daerah, adalah : memberikan Iayanan dan kemudahan; menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu dan tanpa diskrirninasi; dan menjamin tersedianya dana untuk program wajib belajar. Kewenangan pemerintah pusat dan daerah adalah mengarahkan, membina, membantu, dan mengawasi penyelenggaraan pendidikan
        -    Peserta didik berhak, antara lain, untuk mendapat: pendidikan agama sesuai agamanya dan pendidik yang seagama; layanan pendidikan sesuai bakat, minat, dan kemampuannya; beasiswa prestasi bagi mereka yang orang tuanya tak mampu membiayai; biaya pendidikan bagi mereka yang orang tuanya tak mampu membiayai.
        -    Sedangkan kewajiban pesenta didik adalah menjaga norma-norma pendidikan untuk menjamin keberlangsungan proses dan keberhasilan pendidikan, serta menanggung biaya pendidikan, kecuali bila mereka dibebaskan1dari kewajiban mi karena alasan tertentu yang sah.
        -    Walaupun berbagai perundang-undangan mengenai pendidikan memuat cukup banyak isu melalui perumusan kaidah penilaku, kaidah kewenangan, dan kaidah kualifikasi, namun belum cukup menjamin perlindungan dan penegakan hukum atas hak-hak peserta didik vis a vis penyelenggara pendidikan. Kalaupun ada ketentuan normatifnya masih juga belum jelas bagaimana mekanisme hukum yang dapat ditempuh warga negara dan/atau peserta didik untuk memaksa para penyelenggara pendidikan dan satuan pendidikan pada berbagai jenis, jalur, dan jenjang pendidikan agar memenuhi isi ketentuan normatif tersebut. Jenis sanksi yang dapat dijatuhkan kepada penyelenggara pendidikan yang tidak memenuhi kewajibannya pun juga tidak selalu ada dalam perundang-undangan di bidang pendidikan.
        -    Akibatnya, bila timbul kasus pelanggaran terhadap hak-hak peserta didik maka biasanya tidak ada penyelesaian tuntas secara hukum untuk menghukum si pelanggar hak. Sanksi maksimal yang mungkmn diterapkan hanyalah sebatas pada sanksi administratif berupa teguran / peringatan atau penurunan status akreditasi terhadap satuan pendidikannya. Akibatnya peserta didik, dan/atau orang tua/wali seningkali dirugikan dan berada pada posisi tawar yang lemah. Pengecualian terhadap hal mi hanya terjadi untuk misalnya pelanggaran oleh satuan pendidikan tinggi yang memberi gelar akademik atau gelar profesi tertentu pada lulusannya padahal satuan pendidikan tersebut sebenarnya tidak berhak untuk menyelenggarakan program pendidikan termaksud. Dalam hal seperti ini pasal 67 UU Sisdiknas memang menyebut dengan tegas ancaman sanksi pidana dan/atau sanksi denda.
         -    Sebagai contoh misalnya bagaimana mekanisme hukum yang harus ditempuh peserta didik danlatau orang tua untuk menuntut pemenuhan haknya untuk memperoleh pendidikan dasar tanpa dipungut biaya danlatau pendidikan yang bermutu tanpa perlakuan diskriminatif? atau pemenuhan hak-hak peserta didik / mahasiswa untuk misalnya mendapat layanan pendidikan sesuai bakat, minat, dan kemampuannya, untuk mendapat beasiswa berprestasi, untuk menggunakan kebebasan akademik secara bertanggung-jawab, untuk memanfaatkan fasilitas perguruan tinggi dalam rangka kelancaran proses belajar, untuk memperoleh nilai hasil belajar, untuk memperoleh layanan informasi berkaitan dengan program studinya dan layanan kesejahteraan, dsbnya?
         -    Contoh lain, apa sanksi hukum terhadap satuan pendidikan dasar yang,
             (a).     memungut biaya pendidikan terhadap peserta didik padahal peraturan menyebut bahwa biaya pendidikan program wajib belajar ditanggung pemerintah, alias gratis
             (b).        memperlakukan peserta didik secara diskriminatif, termasuk menolak calon peserta didik karena alasan kelainan fisik atau mental
             (c).      melakukan kekerasan terhadap peserta didik dalam penyelenggaraan proses pembelajaran
            (d).        kurikulum program pendidikannya tidak sepenuhnya konsisten dengan yang diwajibkan menurut perundang-undangan,
            (e).      tidak memenuhi persyaratan atau kualifikasi pendirian, atau
            (f).         tidak memenuhi standar nasional pendidikan, dsbnya.
-    Dalam praktik sebagaimana diberitakan oleh berbagai media surat kabar, ditemukan beberapa penyimpangan dalam penyelenggaraan pendidikan yang dilakukan oleh pihak penyelenggara, satuan pendidikan, tenaga pendidik, atau bahkan oleh pemerintah sendiri karena yang terakhir ini lemah atau gagal melakukan pengawasan, pembinaan, penjatuhan sanksi, dsbnya. Akibatnya jelas sekali bahwa peserta didik, orang tua/walinya, dan/atau masyarakat luas telah dirugikan tanpa mengetahui upaya hukum apa yang dapat mereka tempuh untuk menuntut pemenuhan dan penegakan hak-hak di atas. Berdasarkan prinsip hukum umum, apabila ada kaidah hukum yang berupa kaidah perintah, kaidah larangan, atau kaidah kewenangan di dalam suatu perundang-undangan ternyata tidak dipenuhi, dipatuhi, atau dilanggar oleh subyek dan kaidah tersebut maka subyek hukum itu harus dikenai sanksi hukum sesuai dengan ketentuan sanksi dalam perundang-undangan yang bersangkutan. Kemudian, apabila korban merasa telah dirugikan akibat dan pelanggaran hak itu, maka ia dapat mengajukan gugatan ganti rugi dengan menggunakan prinsip perbuatan melawan hukum yang diatur dalam pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukurn Perdata. Dalam hal ml berlaku dalil umum dalam Hukum Pembuktian yaitu siapa yang mendalilkan dia yang harus membuktikan, artinya korbanlah (peserta didik, orang tua/wali) yang harus membuktikan bahwa telah terjadi kerugian yng dia derita akibat dan perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh tergugat (ie. penyelenggara pendidikan, satuan pendidikan, atau tenaga pendidik). Dengan kata lain, beban untuk membuktikan apakah benar telah terjadi kesalahan pada perbuatan tergugat (yaltu telah melawan hukum atau tidak), dijatuhkan pada pihak penggugat / korban lepas dan fakta sosio-ekonomi penggugat yang mungkin dapat menjadi kendala baginya untuk dapat membuktikan datilnya itu.
  -    Bertolak dan fakta di atas, maka dirasakan perlunya ada terobosan hukum untuk Iebih menjamin perlindungan hukum terhadap hak-hak peserta didik yang umumnya selalu berada pada posisi tawar yang relatif Iebih inferior vis a vis penyelenggara pendidikan, baik Pemerintah maupun swasta, satuan atau institusi pendidikannya, dan tenaga pendidiknya. Terobosan hukum ini adalah kemungkinan untuk menerapkan pendekatan Hukum Perlindungan Konsumen, melalui tentunya pranata UUPK, pada sektor jasa pendidikan. Dengan demikian, tujuan dan penerapan pendekatan hukum ini adalah untuk:
              1.          melindungi kepentingan atau hak-hak peserta didik dan/atau orang tua atau walinya dalam menjalani proses pembelajaran pada satuan-satuan pendidikan,
             2.          meningkatkan kualitas pelayanan pendidikan nasional, bersama-sama dengan penerapan UU tentang Guru dan Dosen serta PP tentang Standar Nasional Pendidikan.
             3.          memperjuangkan hak konsumen untuk memperoleh pendidikan sebagai hak atas pemenuhan kebutuhan dasar (the right to basic needs).

Currently have 0 komentar:

Leave a Reply

Posting Komentar

Untuk penulisan Komentar di mohon tidak menulis tulisan yang mengandung SARA. TERIMA KASIH